Kondisi psikologis yang dialami wanita sebelum kehamilan menentukan peluang jenis kelamin calon anak yang akan mereka lahirkan. Sebuah studi menyebut, wanita yang mengalami stres dalam karier dan rumah tangga beberapa saat sebelum hamil, lebih cenderung mengandung anak perempuan daripada laki-laki.
Studi yang dilakukan peneliti Universitas Oxford dan peneliti AS, menunjukkan krisis ekonomi dapat menyebabkan wanita lebih cenderung melahirkan anak perempuan. Temuan juga menguatkan studi lain yang menunjukkan penurunan besar pada kelahiran bayi laki-laki pada masa krisis.
Sebagai contoh, setelah tragedi 9/11, jumlah anak laki-laki yang lahir di New York anjlok. Resesi yang menyusul runtuhnya Tembok Berlin pada 2001 juga diikuti turunnya jumlah bayi laki-laki yang lahir di bekas negara Jerman Timur. Ilmuwan menemukan, adanya hubungan antara tekanan dari kehidupan sehari-hari dan meningkatnya hormon stres.
Dalam studi, ahli mengikuti rekam jejak 338 wanita Inggris yang mencoba hamil. Mereka diminta menulis buku harian mengenai keseharian dan kehidupan seks serta tekanan yang dirasakan. Ahli lalu menguji tingkat hormon stres pada bulan-bulan awal sebelum kehamilan.
Dari seluruh bayi yang lahir, terdapat 58 anak laki-laki dan 72 anak perempuan. Jumlah kelahiran umum di Inggris 105 bayi laki-laki untuk setiap 100 anak perempuan.
Mereka menemukan, separuh dari wanita yang memiliki hormon 'stres' kortisol tertinggi cenderung mengandung dan melahirkan anak perempuan. Studi yang dipaparkan pada konferensi tahunan American Society for Reproductive Medicine juga menunjukkan wanita dengan hormon kortisol tertinggi, 75 persen lebih rendah untuk memiliki anak laki-laki. Selain tekanan dalam pekerjaan dan rumah tangga, kecemasan mengenai finansial juga membawa pengaruh.
Peneliti Universitas Oxford Dr Cecilia Pyper mengungkap jenis kelamin bayi ditentukan oleh kromosom pada sperma ayah saat konsepsi. "Tingkat kortisol tinggi kemungkinan membuat sperma Y dan embrio laki-laki lebih sulit bertahan di rahim. Selain itu, bayi laki-laki mungkin lebih rapuh dan lebih mungkin keguguran saat kortisol tinggi. Itulah sebabnya lebih banyak anak perempuan dilahirkan," ujarnya seperti dikutip Daily Mail. Namun studi juga menyebut, bagaimana hormon kortisol memengaruhi jenis kelamin anak belum diketahui.
Dari penelitian, Dr Pyper merekomendasikan agar wanita tetap santai sebelum mempersiapkan diri menuju kehamilan. Penelitian sebelumnya oleh Dr Pyper juga menyimpulkan stres memperpanjang waktu untuk hamil.
Ahli kesuburan Dr Allan Pacey, mengatakan bahwa stres tidak perlu selalu berada dibalik menurunnya jumlah bayi laki-laki yang lahir. Sebagai contoh, asupan gizi atau biologi sederhana memainkan peran pada jenis kelamin anak. Dalam studinya, wanita yang cenderung memiliki anak laki-laki disebabkan tingginya jumlah sel telur yang mampu 'menarik' sel sperma sehingga lebih cenderung memiliki anak laki-laki.
Studi yang dilakukan peneliti Universitas Oxford dan peneliti AS, menunjukkan krisis ekonomi dapat menyebabkan wanita lebih cenderung melahirkan anak perempuan. Temuan juga menguatkan studi lain yang menunjukkan penurunan besar pada kelahiran bayi laki-laki pada masa krisis.
Sebagai contoh, setelah tragedi 9/11, jumlah anak laki-laki yang lahir di New York anjlok. Resesi yang menyusul runtuhnya Tembok Berlin pada 2001 juga diikuti turunnya jumlah bayi laki-laki yang lahir di bekas negara Jerman Timur. Ilmuwan menemukan, adanya hubungan antara tekanan dari kehidupan sehari-hari dan meningkatnya hormon stres.
Dalam studi, ahli mengikuti rekam jejak 338 wanita Inggris yang mencoba hamil. Mereka diminta menulis buku harian mengenai keseharian dan kehidupan seks serta tekanan yang dirasakan. Ahli lalu menguji tingkat hormon stres pada bulan-bulan awal sebelum kehamilan.
Dari seluruh bayi yang lahir, terdapat 58 anak laki-laki dan 72 anak perempuan. Jumlah kelahiran umum di Inggris 105 bayi laki-laki untuk setiap 100 anak perempuan.
Mereka menemukan, separuh dari wanita yang memiliki hormon 'stres' kortisol tertinggi cenderung mengandung dan melahirkan anak perempuan. Studi yang dipaparkan pada konferensi tahunan American Society for Reproductive Medicine juga menunjukkan wanita dengan hormon kortisol tertinggi, 75 persen lebih rendah untuk memiliki anak laki-laki. Selain tekanan dalam pekerjaan dan rumah tangga, kecemasan mengenai finansial juga membawa pengaruh.
Peneliti Universitas Oxford Dr Cecilia Pyper mengungkap jenis kelamin bayi ditentukan oleh kromosom pada sperma ayah saat konsepsi. "Tingkat kortisol tinggi kemungkinan membuat sperma Y dan embrio laki-laki lebih sulit bertahan di rahim. Selain itu, bayi laki-laki mungkin lebih rapuh dan lebih mungkin keguguran saat kortisol tinggi. Itulah sebabnya lebih banyak anak perempuan dilahirkan," ujarnya seperti dikutip Daily Mail. Namun studi juga menyebut, bagaimana hormon kortisol memengaruhi jenis kelamin anak belum diketahui.
Dari penelitian, Dr Pyper merekomendasikan agar wanita tetap santai sebelum mempersiapkan diri menuju kehamilan. Penelitian sebelumnya oleh Dr Pyper juga menyimpulkan stres memperpanjang waktu untuk hamil.
Ahli kesuburan Dr Allan Pacey, mengatakan bahwa stres tidak perlu selalu berada dibalik menurunnya jumlah bayi laki-laki yang lahir. Sebagai contoh, asupan gizi atau biologi sederhana memainkan peran pada jenis kelamin anak. Dalam studinya, wanita yang cenderung memiliki anak laki-laki disebabkan tingginya jumlah sel telur yang mampu 'menarik' sel sperma sehingga lebih cenderung memiliki anak laki-laki.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar